Selasa, 07 Januari 2014

MASALAH KONTRASEPSI PRIA




Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat terjadi di Negara asia, amerika latin dan afrika yang merupakan Negara miskin. Banyak masalah yang dihadapi sebagai dampak pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali, antara lain semakin meningkatnya kemiskinan yang akan berdampak terhadap masalah kesehatan. Manusia sadar akan bahanyanya pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali, sehingga gagasan pelaksanaan keluarga berencana telah dipikirkan (Manuaba,2010).
Jumlah penduduk dunia mencapai tujuh miliar hingga akhir tahun 2011. Negara Indonesia berada diurutan ke 4 penduduk terbanyak di dunia setelah cina, hindia dan amerika. Sensus penduduk Indonesia 2010 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia 237.641.326 jiwa. Untuk mengatasi terjadinya ledakan penduduk tersebut maka pemerintah mencanangkan program keluarga berancana (KB) sejak tahun 1957 (BKKBN,2011)
Menurut World Health Organisation (WHO) Expert Committle 1970, KB adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objek-objek tertentu, menghindarkan kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval di antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan suami isteri, menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2004).
Tujuan dari program KB adalah untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas, termasuk dalam upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil yang berkualitas (BKKBN, 2005). Salah satu kegiatan operasional pelayanan KB yaitu dengan memberikan pelayanan kontrasepsi dan pengayoman peserta KB.
Program KB mengutamakan arus gender,data berbagai survey menunjukan bahwa prevalensi pengguna kontrasepsi pria masih dibawah dua persen.meskipun rendahnya pengguna kontrasepsi berkaitan pula dengan keterbatasan tehnik kontrasepsi yang tersedia bagi pria,angka ini menunjukan bahwa kepedulian pria terhadap keluarga berencana masih rendah.mengingat upaya pengarusutaan gender (gender mainstrenaming) menjadi pendeketan umum pada setiap pembangunan nasional dan global.  Maka kesetaraan gender dalam pengaturan kelahiran adalah menjadi cirri pembaharuan program KB (BKKBN, 2008).
Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya peserta KB pria disebabkan oleh kondisi lingkungan sosial budaya, masyarakat dan keluarga yang masih menganggap partisipasi pria belum atau tidak penting dilakukan serta pandangan yang cenderung menyerahkan tanggung jawab pelaksanaan KB dan Kesehatan Reproduksi sepenuhnya kepada para wanita. Pengetahuan dan kesadaraan Pasangan Usia Subur (PUS) dan keluarga dalam KB pria rendah, keterbatasan jangkauan (aksesibilitas) dan kualitas pelayanan KB pria, dukungan politis dan operasional masih rendah disemua tingkatan, partisipasi pria dalam KB adalah tanggung jawab pria dalam kesertaan ber KB, serta berprilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya (Suryono, 2008).
Berdasarkan masalah diatas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh
1.         Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya keikutsertaan suami menjadi akseptor kb
2.         Hubungan antara pengetahuan dan sikap suami dalam keluarga berencana
3.         Hubungan motivasi suami terhadap keikutsertaan keluarga berencana (kb)
4.         Hubungan antara persepsi dengan sikap suami dalam keikutsertaan program keluarga berencana

;;

By :
Free Blog Templates