Senin, 02 September 2013
A. Definisi
Cholestasis
adalah kondisi yang terjadi akibat terhambatnya aliran empedu dari saluran
empedu ke intestinal. Kolestasis terjadi bila ada
hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi hati (Nazer,
2010).
B.
Etiologi/Penyebab
Penyebab cholestasis dibagi menjadi 2 bagian:
intrahepatic cholestasis dan ekstrahepatic cholestasis.
- Pada intrahepatic cholestasis terjadi akibat gangguan pada sel hati yang terjadi akibat: infeksi bakteri yang menimbulkan abses pada hati, biliary cirrhosis primer, virus hepatitis, lymphoma, cholangitis sclerosing primer, infeksi tbc atau sepsis, obat-obatan yang menginduksi cholestasis.
- Pada extrahepatic cholestasis, disebabkan oleh tumor saluran empedu, cista, striktur (penyempitan saluran empedu), pankreatitis atau tumor pada pankreas, tekanan tumor atau massa sekitar organ, cholangitis sklerosis primer. Batu empedu adalah salah satu penyebab paling umum dari saluran empedu diblokir. Saluran empedu Diblokir mungkin juga hasil dari infeksi.
C. Patofisiologi
Empedu adalah cairan yang disekresi hati
berwarna hijau kekuningan merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit.
Empedu mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang
terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Bagian utama
dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit
adalah sel epetelial dimana permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah
portal sedang permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu.
Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa
bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi
intraseluler.
D.
Perubahan fungsi hati pada kolestasis
Pada
kolestasis yang berkepanjangan terjadi
kerusakan fungsional dan struktural:
1.
Proses
transpor hati
Proses
sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari
hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonyugasi, asam empedu,
dan lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu.
2.
Transformasi
dan konyugasi dari obat dan zat toksik
Pada
kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan menyebabkan
gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan konyugasi
akan terganggu.
3.
Sintesis
protein
Sintesis
protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang produksi serum
protein albumin-globulin akan menurun.
4.
Metabolisme
asam empedu dan kolesterol
Kadar
asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu dan
kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat HMG-CoA
reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu primer
sehingga menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas
hidropopik dan detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi
produksi di hati menurun karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.
E.
Klasifikasi
Secara
garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:
1)
Kolestasis
ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik.
Secara
umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan kelainan
nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan saluran
empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik.
2)
Kolestasis intrahepatik
Saluran Empedu digolongkan
dalam 2 bentuk, yaitu:
(a) Paucity saluran
empedu
(b) Disgenesis saluran
empedu
Oleh karena secara
embriologis saluran empedu intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari
saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu dapat
mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja.
Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik
fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan
yang disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Caroli’s disease
mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik.Karena primer tidak
menyerang sel hati maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi
hepatoseluler.
F.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis
pada kolestasis pada umunya disebabkan karena keadaan-keadaan:
1.
Terganggunya
aliran empedu masuk ke dalam usus tinja akolis/hipokolis, urobilinogen dalam tinja menurun/negative,
malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, hipoprotrombinemia
- Akumulasi empedu dalam darah
Ikterus, gatal-gatal, hiperkolesterolemia
- Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu
Anatomis
·
Akumulasi pigmen
·
Reaksi peradangan dan nekrosis
Fungsional
·
Gangguan
ekskresi (alkali fosfatase dan gama glutamil transpeptidase meningkat)
·
Transaminase serum meningkat (ringan)
·
Gangguan ekskresi sulfobromoftalein
G.
Pemeriksaan Fisik
Pada
umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan
terlihat bila kadar bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat
pada bulan pertama. Warna kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi
bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung banyak elastin yang
mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih
sensitif.
Dikatakan
pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota pada
garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan
permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba
pada epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus
kanan yang normal). Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi
kapsul Glisson karena edema. Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab
seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai.
Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati
yang minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya
penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena
portal dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital,
didapatkan bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan
rendah, dan gangguan organ lain (Arief, 2010)
H.
Pemeriksaan Diagnostik
Sebagai tahap pertama dalam pendekatan diagnosa,
harus dibuktikan apakah ada kelainan hepatobilier atau tidak. Pemeriksaan yang perlu
dilakukan pada tahap ini adalah:
v Hapusan darah tepi
v Bilirubin dalam air seni
v Sterkobilinogen dalam air seni
v Tes fungsi hepar yang standar:
Heymans vd Bergh, SGOT, SGPT, alkali fosfatase serta serum protein
Bila ada bukti
keterlibatan hepar maka dilakukan tahap berikutnya untuk membuktikan:
- Kelainan intra/ekstrahepatal
- Mencari kemungkinan etiologi
- Mengidentifikasi kelainan yang dapat diperbaiki/diobati
Pemeriksaan yang dilakukan adalah:
- Terhadap infeksi/bahan toksik
- Terhadap kemungkinan kelainan metabolik
- Mencari data tentang keadaan saluran empedu
Untuk pemeriksaan terhadap
infeksi yang penting adalah:
Ø Virus:
ü Virus hepatotropik: HAV, HBV, non A non B, virus delta
ü TORCH
ü Virus lain: EBV, Coxsackie’s B,
varisela-zoster
Ø Bakteri:
Terutama bila klinis mencurigakan
infeksi kuman leptospira, abses piogenik
Ø Parasit:
Toksoplasma,
amuba, leismania, penyakit hidatid, bahan toksik, terutama obat/makanan
hepatotoksik
Pemeriksaan
kelainan metabolik yang penting:
Ø Galaktosemia, fruktosemia
Ø Tirosinosis: asam amino dalam air
seni
Ø Fibrosis kistik
Ø Penyakit Wilson
Ø Defisiensi alfa-1 antitripsin
Data tentang
saluran empedu diperoleh melalui pemeriksaan:
Ø Rose Bengal Excretion (RBE)
Ø Hida Scan
Ø USG
Ø Biopsi hepar
Bila dicurigai ada suatu
kelainan saluran empedu dilakukan pemeriksaan kolangiografi.
I.
Penatalaksanaan
Pengobatan
paling rasional untuk kolestasis adalah
perbaikan aliran empedu ke dalam usus. Pada prinsipnya ada beberapa hal pokok yang menjadi
pedoman dalam penatalaksanaannya, yaitu:
1. Sedapat mungkin mengadakan perbaikan
terhadap adanya gangguan aliran empedu
- Mengobati komplikasi yang telah terjadi akibat adanya kolestasis
- Memantau sedapat mungkin untuk mencegah kemungkinan terjadinya keadaan fatal yang dapat mengganggu proses regenerasi hepar
- Melakukan usaha-usaha yang dapat mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan
- Sedapat mungkin menghindari segala bahan/keadaan yang dapat mengganggu/merusak hepar
Dalam hal ini pengobatan dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu:
- Tindakan medis
v Perbaikan aliran empedu: pemberian
fenobarbital dan kolestiramin, ursodioxy cholic acid (UDCA).
v Aspek gizi: lemak sebaiknya
diberikan dalam bentuk MCT (medium chain triglyceride) karena
malabsorbsi lemak.
v Diberikan tambahan vitamin larut
lemak (A, D, E, dan K)
- Tindakan bedah
Tujuannya untuk mengadakan perbaikan langsung terhadap
kelainan saluran empedu yang ada.
§
Operasi Kasai (hepatoportoenterostomy procedure)
diperlukan untuk mengalirkan empedu keluar dari hati, dengan
menyambungkan usus halus langsung dari hati untuk menggantikan saluran empedu
(lihat gambar di bawah). Untuk mencegah terjadinya komplikasi cirrhosis,
prosedur ini dianjurkan untuk dilakukan sesegera mungkin, diupayakan sebelum
anak berumur 90 hari. Perlu diketahui bahwa operasi Kasai bukanlah tatalaksana
definitif dari atresia biliaris, namun setidaknya tindakan ini dapat
memperbaiki prognosis anak dan memperlambat perjalanan menuju kerusakan hati
(Nezer, 2010).
KONSEP DASAR ASKEP
A.
PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dalam proses
keperawatan secara menyeluruh. Pengkajian pasien post operatif meliputi :
1. Sirkulasi
Gejala
: Riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vaskuler periferatau stasis
vaskuler (meningkatkan resiko pembentukan trombosis)
2. Integritas
ego
Gejala
: Perasaan camas, takut, marah, apatis. Factor-faktor stress multiple misalnya
financial, hubungan, gaya hidup
Tanda
: Tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan atau peka rangsanganstimulasi
simpasis
3. Makanan
atau cairan
Gejala
: Insufisiensi pangkreas/ DM (Predisposisi untuk hihipeglikemia ketoasidosis)
malnutrisi(termasuk obesitas) membrane mukosa yang kering( pembatasan
pemasukan/prosedur puasa pra operasi)
4. Pernafasan
Gejala
: infeksi, kondisi yang kronis, merokok
5. Keamanan
Gejala
: alergi/ sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan defisiensi umum
Tanda
: munculnya proses infeksi
B.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Pola
nafas tidak efektif b/d neuromuskuler,
ketidak seimbangan preseptual atau kognitif, peningkatan ekspasi paru obstruksi
trachea bronchea
2. Perubahan
proses piker b/d perubahan kimia misalnya menggunakan obat-obatan farmasi,
hipoksia, lingkungan terapiotik misalnya stimilasi sensorik yang berlebihan,
stress fisiologis
3. Kekurangan
volume cairan , resiko tinggi terhadap pembatasan pemasukan cairan tubuh secara
oral hilangnya cairan tubuh secara tidak normal, pengeluaran integritas
pembuluh darah.
4. Nyeri
akut b/d gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot, trauma muskuletal.
C.
INTERVENSI
DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah rencana tindakan keperawatan yang
akan dilaksanakan untuk menaggulagi masalah sesuai dengan diagnose keperawatan.
Implementasi adalah pengelolaan dari perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
DX
1
Tujuan : Menetapkan pola nafas yang normal/ efektif
dan bebas tanda-tanda hipoksia lainnya.
Kriteria hasil : Tidak ada perubahan pada frekuensi
dan kedalaman pernafasan
INTERVENSI
· Pertahankan
jalan udara pasien dengan memiringkan kepala hiperekstensi rahang aliran udara
fangial oral
R/
mencegah obstruksi jalan nafas
· Auskultasi
suara nafas. Dengarkan ada atau tidak adanya suara nafas
R/
kurangnya suara nafas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mulut/lidah dan
dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun penghisapan
· Observasi
frekuensi dan kedalaman pernafasan, pemakaian otot bantu pernafasan, perluasan
rongga dada retraksi atau pernafasan cuping hidung, warna kulit dan aliran
darah.
· Letakkan
pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernafasan dan jenis
pembedahan
R/
elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya espirasi dan munta.
Posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan
menurunkan tekanan pada diafragma.
DX 2
Tujuan
: meningkatkan tingkat kesadaran
Kriteria
hasil : pasien mampu mengenal keterbatasan diri dan mencari sumber bantuan
sesuai dengan kebutuhan.
INTERVENSI
· Orientasikan
pasien secara terus mnerus setelah keluar dari pengaruh anastesi, nyatakan
bahwa operasi telah selesai dilakukan
R/
karena pasien telah mengkat kesadarannya maka dukungan akan menmbantu
menghilangkan ansietas.
· Bicara
pada pasien dengan suara yang jelas dan normal tanpa membantah sadar penuh akan
apa yang diucapkan.
R/
tidak dapa ditentukan pasien akan sadar penuh namun sensori pendengaran
mrupakan kemapuan yang pertama kali pulih.
· Evaluasi
sensasi / penggerakan ekstermitas dan batang tenggorokan
R/
pengembalian funsi setelah dilakukan blok saraf spinal /local yang bergantung
pada jenis / jumlah obat yang akan digunakan dan lamanya prosedur dilakukan.
DX 3
Tujuan
: keseimbangan cairan tubuh adekuat
Kriteria
hasil : tidak ada tanda –tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil) kualitas
denyut nadi baik, turgor kulit normal, membrane mukosa lembab dan pengeluaran
urine yang sesuai.
INTERVENSI
· Ukur
dan catat pemasukan dan pengeluaran, Tanya ulang catatan operasi
R/ dokomentasi yang akurat akan membantu dalam
mengidentifikasi pengeluaran cairan/ kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan
yang membantu intervensi
· Kaji
pengeluaran urinarius terutama untuk tipe operasi yang dilakukan
R/
impotensi, takikardi, peningkatan
pernafasan mengindikasikan kekurangan cairan.
· Letakkan
posisi pasien pada posisi yang sesuai tergantung pada kekurangan pernafasan dan
jenis pembedahan.
R/
elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah.
DX 4
Tujuan
: pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang
Kriteria
hasil : pasien tampak rileks, dapat beristirahat atau tidur dan melakukan
pergerakan yang berarti sesuai toleransi.
INTERVENSI
· Evaluasi
rasa sakit secara regular. Catat karakterristik lokasi dan skla
R/
sediakan mengenai informasi kebutuhan atau efektifitas intervensi
· Catat
munculnya rasa cemas atau takut dan hubungkkan dengan lingkungan dan persiapkan
untuk prosedur
R/
perhatikan hal—hal yang tidak diketahui dan tau persiapkan in adekuat
· Observasi
efek analgetik
R/
respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik dan mungkin enimbulkan
efek-efek analgetik dengan zat-zat anastesi.
· Kolaborasi
pemberian analgetik IV sesuai kebutuhan
R/
analgetik IV akan dengan segera mencapai pusat rasa sakit. Menimbulkan
penghilang yang lebih efektif dengan obat dosis kecil.
D.
EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan
dimana taraf keberhasilan dalam mencapai tujuan keperawatan dimulai dan
kebutuhan untuk dimodifikasi, tujuan untuk intervensi keperawatan diterapkan.
Evaluasi yang diharapkan pada pasien post operatif
yaitu :
1. Menetapkan
pola nafas yang normal / efektif dan bebas dari sianosis atau tanda—tanda
hipoksia lainnya.
2. Meningkatkan
tingkat kesadaran.
3. Keseimbangan
cairan tubuh adekuat.
4. Pasien
mengatakan bahea rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2010 available at http://herodessolution.blogspot.com/2010/09/asuhan-
keperawatan-anak-dengan.html
Anonym. 2010. available athttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/bileductdiseases.html(Diakses tanggal 8Januari 2010)
Anonym.2010.available http:
://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000215.htm(Diakses tanggal 8
januari 2010)
Arief, Sjamsul. 2010. Deteksi dini kolestasis neonatal.
Divisi Hepatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr Soetomo, Surabaya.
Mansjoer A. et al, 2002. Kapita Selekta Kedokteran.
Jilid I, Ed.3. hal 510-512. Jakarta: Media Aesculapius, FKUI.
Nazer, Hisham.
2010. Cholestasis. available at http://emedicine.medscape.com/article/927624-overview
(Diakses tanggal 8 januari 2010)
Reksoprodjo S.
1995. Ikterus dalam bedah, Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan. Kuliah Ilmu Bedah, hal
71 – 77,
;;
Subscribe to:
Postingan (Atom)