Sabtu, 29 Desember 2012
Pertumbuhan
penduduk yang sangat pesat terjadi di Negara asia, amerika latin dan afrika
yang merupakan Negara miskin. Banyak masalah yang dihadapi sebagai dampak
pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali, antara lain semakin meningkatnya
kemiskinan yang akan berdampak terhadap masalah kesehatan. Manusia sadar akan
bahanyanya pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali, sehingga gagasan
pelaksanaan keluarga berencana telah dipikirkan (Manuaba,2010).
Jumlah penduduk
dunia mencapai tujuh miliar hingga akhir tahun 2011. Negara Indonesia berada
diurutan ke 4 penduduk terbanyak di dunia setelah cina, hindia dan amerika.
Sensus penduduk Indonesia 2010 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia
237.641.326 jiwa. Untuk mengatasi terjadinya ledakan penduduk tersebut maka pemerintah
mencanangkan program keluarga berancana (KB) sejak tahun 1957 (BKKBN,2011)
Menurut World
Health Organisation (WHO) Expert Committle 1970, KB adalah tindakan
yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objek-objek
tertentu, menghindarkan kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran
yang memang diinginkan, mengatur interval di antara kehamilan, mengontrol waktu
saat kelahiran dalam hubungan dengan suami isteri, menentukan jumlah anak dalam
keluarga (Hartanto, 2004).
Tujuan dari
program KB adalah untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan
kesehatan reproduksi yang berkualitas, termasuk dalam upaya menurunkan angka
kematian ibu, bayi dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi
dalam rangka membangun keluarga kecil yang berkualitas (BKKBN, 2005). Salah
satu kegiatan operasional pelayanan KB yaitu dengan memberikan pelayanan
kontrasepsi dan pengayoman peserta KB.
Partisipasi
dalam KB merupakan manifestasi kesetaraan gender. Ketidak setaraan gender dalam
KB dan kesehatan reproduksi sangat berpengaruh terhadap keberhasilan program.
KB yang bisa digunakan oleh pria antara lain kondom, vasektomi dan koitus
intruptus. Salah satu KB yang diperuntukkan untuk pria adalah vasektomi atau
MOP (Metode Operatif Pria). Vasektomi telah dikenal kurang lebih 100 tahun yang
lalu dan merupakan jenis kontrasepsi yang dianggap efektif untuk menghentikan
kesuburan pada laki-laki(Murtiningsih,2010).
Rendahnya keikutsertaan
pria dalam program KB bisa disebabkan oleh beberapa hal yaitu alat kontrasepsi
yang tersedia lebih banyak diperuntukkan bagi perempuan, sehingga pria tidak
memiliki banyak pilihan, kondisi lingkungan sosial masyarakat yang masih kurang
mendukung, serta keterbatasan penerimaan dan aksesibilitas terhadap pelayanan
KB dan kesehatan reproduksi (BKKBN, 2005).
Masih ada
persepsi bahwa pria adalah kepala keluarga, dan yang paling bertanggung jawab
terhadap masalah KB adalah wanita, bukan pria. Pelayanan kesehatan yang kurang
memberikan sosialisasi ke masyarakat sehingga alat kontrasepsi vasektomi kurang
populer karena masyarakat kurang mengetahui manfaatnya. Selain itu masih ada
persepsi bahwa setelah vasektomi akan terjadi penurunan libido membuat para
suami enggan menjadi peserta vasektomi. Selama ini PUS yang berpendidikan
rendah cenderung kurang memahami manfaat ber-KB sehingga tidak merasa perlu
mengikuti program KB (Parwieningrum, 2009).
Berdasarkan
masalah diatas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tingkat pengetahuan dan sikap suami terhadap kontrasepsi
mantap vasektomi di Tlanakan.
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Posting Komentar